Jumat, 31 Agustus 2007

Anindya N Bakrie - Pegawai Negeri Sipil

Untuk kesekian kalinya kita berwacana soal pegawai negeri sipil (PNS). Mulai dari bagaimana melakukan rasionalisasi mengingat jumlahnya yang sudah terlampau banyak, meningkatkan gaji untuk mencegah praktik korupsi sampai dengan penghapusan pensiun. Yang terakhir itu dikatakan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Taufik Effendi ketika menghadiri acara pisah sambut Rektor Undip di Semarang, Senin lalu. Gagasan-gagasan yang menarik, agak radikal namun sangat diperlukan mengingat beban keuangan negara yang makin berat. Namun persoalannya selalu bagaimana agar tidak hanya berhenti pada tingkat wacana.

- Menyangkut rasionalisasi atau pengurangan jumlah PNS, sesungguhnya itu merupakan hal yang penting dan sangat relevan. Sekarang ini jumlah PNS sudah mencapai 3,7 juta orang. Menurut Menneg PAN yang dibutuhkan kira-kira hanya 2,5 juta orang. Beberapa tahun lalu Feisal Tamin, ketika itu juga menjabat Menneg PAN, mengatakan, hanya 60% PNS yang bekerja efektif dan selebihnya bisa dikatakan kurang produktif. Padahal mereka digaji setiap bulan dan anggaran untuk gaji PNS setiap tahun triliunan rupiah. Bagaimana itu bisa terjadi? Tentu kesalahan sejak proses perekrutan di samping belum adanya ketegasan dan kejelasan kebijakan mengenai hal ini.

- Logikanya, kalau jumlah PNS dikurangi hampir separonya maka kemudian dengan alokasi anggaran yang sama bisa dipergunakan untuk meningkatkan gaji mereka secara signifikan. Kendati setiap tahun sudah diadakan penyesuaian namun belum mengejar kebutuhan hidup sehari-hari. Inilah yang selalu dijadikan alasan pembenar korupsi atau melakukan pungutan liar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Memang tidak ada jaminan kalau gaji sudah dinaikkan korupsi akan hilang. Namun setidaknya kita punya nyali untuk bertindak tegas dan melakukan perombakan total karena dari segi kesejahteraan, para pegawai negeri sipil makin diperhatikan.

- Wacana yang sekarang digulirkan tentang penghapusan pensiun termasuk pensiun untuk anggota DPR atau pejabat negara lain juga tidak kalah menarik. Menurut Taufik Effendi, sekarang ini jumlah pensiunan PNS mencapai tidak kurang empat juta orang. Untuk dana pensiun itu pemerintah harus menganggarkan hampir Rp 6 triliun. Ke depan beban itu akan bertambah banyak sedangkan di sisi lain kemampuan anggaran makin terbatas. Sebagai ganti uang pensiun adalah uang pesangon yang bisa dijadikan modal usaha atau keperluan lain. Lagi-lagi masalahnya, beranikah kita melakukan langkah terobosan semacam itu.

- Biasanya tidak ada keberanian pemerintah yang sedang berkuasa untuk melakukan kebijakan drastis yang bisa jadi akan menurunkan popularitasnya. Pada masa lalu, PNS atau birokrasi menjadi pilar kekuatan politik. Sekarang pun pasti berusaha digiring ke arah sana minimal dengan memberikan kebijakan yang menyenangkan sehingga bisa diperoleh simpati. Dalam konteks seperti itu bagaimana mungkin seorang SBY atau Jusuf Kalla berani memecat PNS ataupun menghapuskan uang pensiun. Walaupun sesungguhnya langkah itu sangat diperlukan agar kita selamanya tak terbebani oleh masalah-masalah struktural seperti itu.

- Paradigma baru yang perlu dikembangkan, menyusul apa yang sudah dilakukan di banyak negara, adalah efisiensi birokrasi. Perampingan yang diarahkan pada peningkatan profesionalisme dan juga produktivitas. Bukan rahasia lagi sekarang ini banyak PNS yang setengah menganggur ataupun kurang memiliki kemampuan sesuai bidang tugasnya. Paradigma baru juga mengarahkan pada fungsi kewirausahaan karena hakikatnya sebagai pelayan dan abdi masyarakat. Sudah bukan waktunya lagi memolitisasi atau berpikir secara politis. Akan tetapi lagi-lagi kita harus bertanya, benarkah kita sudah berubah. Dari hanya pandai berwacana menjadi benar-benar siap dengan implementasi.