Selasa, 28 Agustus 2007

Profile Anindya N Bakrie


Anindya N Bakrie (Bakrie), atau sering dipanggil dgn Anindya, salah satu keturunan keluarga Bakrie, keberaniannya menerima tantangan boleh diacungi jempol. Bagaimana tidak, seorang Bakrie muda yang baru berusia 27 tahun bersedia menerima tanggung jawab begitu besar. Padahal perusahaan yang dipunyai oleh Bakrie itu memiliki utang yang tidak tanggung-tanggung, Rp 1,4 triliun. Dalam kondisi perusahaan yang hampir sekarat tersebut, generasi ketiga Bakrie ini bangkit mengambil peran untuk membenahi. Itulah Presiden Direktur PT Cakrawala Andalas Televisi (Anteve), Anindya N. Bakrie.

Dari namanya, Anindya N Bakrie, memang mudah ditebak bahwa Anindya N. Bakrie adalah putra Aburizal Bakrie, bos Bakrie Brothers dan juga Ketua Umum Kadin Indonesia. Untuk anak muda seusianya memang terlalu berat untuk mengemban tugas seberat itu. Jumlah utang sebesar Rp 1,4 triliun cukup besar.

Namun bagi Anindya N Bakrie - begitu ia biasa dipanggil - itu bukan suatu halangan. Justru bagi Anindya N Bakrie kesempatan itu menjadi tantangan sekaligus peluang. Pemahaman Anindya N Bakrie yang mendalam di bidang finansial karena sebelumnya bekerja di sejumlah perusahaan swasta di dalam dan luar negeri, membuat Anindya N Bakrie merasa tertantang. Perusahaan televisi Anteve yang dia pimpin sejak April 2002 lalu memang cukup parah. Kondisinya ketika itu boleh dikatakan sudah nyaris bangkrut. Semangat kerja karyawan sudah jauh menurun. Produk ataupun output dari program-program yang ditayangkan Anteve kalah populer dibandingkan dengan televisi swasta lainnya. Intinya, Anteve yang paling buruk, terutama karena perusahaan Bakrie tersebut banyak utang.

Dalam kondisi seperti itu, stasiun televisi itu sebetulnya nyaris tidak punya harapan. Apalagi, setiap investor swasta yang mau masuk selalu terganjal karena besarnya utang. Di tengah posisi tak menentu seperti itu, Anindya N Bakrie datang untuk menyelamatkannya.

Misi Anindya N Bakrie ke Anteve memang ibarat menegakkan benang basah. Secara logika bisnis memang sulit. Berat karena jumlah utangnya cukup besar serta rumit karena melibatkan ratusan kreditor. Tapi Anindya N Bakrie secara jeli melihat ada peluang di tengah kesulitan tersebut. Meski pilihannya serba sulit, namun Anindya berupaya mengajukan solusi yang dinilai cukup jitu.

Langkah awal yang dia lakukan adalah mendekati kreditor korporasi, pemegang obligasi dan para kreditur lainnya. "Karena pada dasarnya, mereka memiliki dua pilihan. Yaitu apakah mereka mau membantu Anteve atau membangkrutkan Anteve", kata Anindya N Bakrie.

Kalau mau membantu dan uang mereka bisa kembali, maka jalan keluarnya para kreditur bersedia melakukan restrukturisasi utang tadi. Dengan restrukturisasi, maka akan ada investor baru masuk membawa uang. Itu berarti, Anteve akan terus berkibar dan bisa maju. Begitulah pendapat dari Anindya N Bakrie.

Sebaliknya, kata Anindya N Bakrie, jika kreditor memilih membangkrutkan, maka uang mereka tidak akan kembali. Tapi mereka membantu, maka akan dilakukan perubahan manajemen dan perbaikan perusahaan secara total. Dari konsep yang ditawarkan kepada para kreditor tadi, dijelaskan bahwa uang mereka akan kembali serta perusahaan ini akan maju. Tentu saja dengan konsep yang sangat bagus dan logis.

Berkaitan dengan itu pula, katanya lagi, pihak manajemen Anteve lalu pergi ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Yakni untuk melakukan pendaftaran Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Di sini pada dasarnya manajemen Anteve itu ingin mengajukan suatu rencana perdamaian dengan pihak kreditor lama. Di situ tertera semua rencananya dengan para kreditur, baik kreditur korporasi atau utang dagang. Mereka akan mengambil keputusan atas tawaran tadi yakni ya, tidak atau abstain. Keluar dari Pengadilan Niaga cuma dua kemungkinan yakni restrukturisasi atau bangkut.

Singkatnya, dengan PKPU manajemen Anteve berhasil mendapatkan dukungan atau sekitar 66 persen dari kreditor lama setuju dilakukan restrukturisasi utang. Melalui berbagai lobi dan penjelasan yang cukup logis dan rasional, dari 320 kreditor itu sebagian besar setuju restrukturisasi utang. Apalagi, setelah ada penjelasan bahwa akan ada investor baru yang benar-benar ingin membantu Anteve.

Tapi ada syaratnya, yakni begitu pada kreditor setuju, maka tidak akan ada lagi pertanyaan macam-macam dan pengelolaan diserahkan sepenuhnya kepada manajemen. "Saya juga memberikan komitmen bahwa akan langsung Anteve. Saya membuat program-program penyelesaian utang serta memimpin perusahaan ini. Ternyata, mereka mendukung dan memberikan kepercayaan kepada saya", tutur Anindya N Bakrie.

Dari perjanjian yang dibuat dengan kreditor, menurut Anindya, skenario penyelesaian utang sebesar Rp 1,4 triliun tersebut yakni sekitar Rp 1,2 triliun akan diubah menjadi equity. Kedua, dari sisi utang dagang Rp 200 miliar akan dicicil lima tahun. Kenapa lima tahun, karena sesuai dengan prediksi kekuatan ekonomi Anteve.

Dengan konsep ini mereka kaget sekali. Apalagi mereka melihat ada beberapa program yang ditawarkan cukup bagus dan logis. Mereka mengatakan mendukung. Sebanyak 97 persen dari peserta yang datang setuju. Kenapa? Karena mereka melihat ada solusi penyelesaian yang cukup baik buat mereka.

Kedua, mereka melihat itikat investor baru, yakni CMA Indonesia, benar. Karena mereka berani menaruh uang mereka di Anteve yang kondisinya sudah buruk. Itu menandakan bahwa perusahaan ini masih prospektif.