Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiqurahman Ruki, mengatakan kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat dilakukan secara berkelanjutan, jika tidak ada lagi tindak pidana korupsi.
"Kenaikan gaji PNS tidak perlu harus dengan menaikkan pajak atau mengurangi anggaran yang lain. Cukup dengan tidak melakukan korupsi," katanya, seusai menghadiri pembukaan seminar "Pemberantasan Korupsi Melalui Reformasi Birokrasi" oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Kamis.
Ia mengungkapkan anggaran untuk belanja barang dan jasa pada Tahun Anggaran 2007 mencapai Rp480 triliun dan pada 2008 mencapai Rp600 triliun. Dari nilai sebesar itu, kalau bisa dihemat 25 hingga 35 persen atau sekitar Rp150 triliun, maka cukup untuk menaikkan gaji PNS, bahkan membayar utang.
"Jadi tidak perlu repot. Cukup berhenti korupsi. Maka gaji PNS akan naik bahkan bisa untuk membayar hutang," kata Taufiqurahman menegaskan.
Jadi, tambah dia, pemerintah tidak perlu takut jika anggaran belanja negara akan terkuras habis untuk menaikan gaji pegawai, karena pertumbuhan ekonomi, yang stagnan karena jika anggaran yang ada digunakan dengan tepat sesuai target dan sasaran yang diinginkan, maka anggaran yang ada cukup untuk menaikkan gaji pegawai.
Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla mengemukakan birokrasi yang baik adalah bagaimana menjalankan semua aturan dengan cepat, baik dan biaya yang sesuai aturan untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien.
"Karena bagaimana pun, antara negara, birokrasi dan ekonomi saling terkait. Pertumbuhan ekonomi meningkat, jika birokrasi efektif dan efisien. Apalagi birokrasi yang bersentuhan dengan pelayanan publik, tentunya menuntut adanya kenaikan gaji. Nah gaji akan naik jika ada pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Jika hanya menaikkan gaji, tanpa ada pertumbuhan ekonomi yang memadai, maka semua akan tersedot pada belanja rutin dan dikhawatirkan pada 2011 terjadi stagnasi pembangunan.
Senin, 19 November 2007
Strengthening the Poverty Reduction Capacity of Regional Governments through Participatory Poverty Assessment (PPA) by Sandiaga S. Uno
Following the development of the Indonesia National Poverty Reduction Strategy Paper (PRSP), there was a call for the development of a Regional PRSP through an inclusive process of Participatory Poverty Assessment (PPA). This study has pilot tested an effort to develop the capacity of district (kabupaten) governments in conducting PPA and using its results as one of the inputs for the preparation of the regional development plan, including the Regional PRSP. This nine-month study was commenced in April 2005 and completed in December 2005. It was carried out in two districts, Kabupaten Bima in the Province of West Nusa Tenggara (NTB) and Kabupaten Tapanuli Tengah in the Province of North Sumatera.
The progress and the results of this study is reported in the Phase I and Phase II Reports, and the Final Report. The results of this study include an analysis of the poverty condition in the two pilot districts, an assessment on the capacity of the district government in analyzing poverty and designing policy and programs for reducing poverty, and an assessment on the potential integration of PPA into the regional development planning process. Based on these results, several recommendations have been drawn with regard to alternative policies for reducing poverty in the two pilot districts, efforts to develop the capacity of district governments in poverty reduction, and the integration of PPA into the existing regional planning process.
The progress and the results of this study is reported in the Phase I and Phase II Reports, and the Final Report. The results of this study include an analysis of the poverty condition in the two pilot districts, an assessment on the capacity of the district government in analyzing poverty and designing policy and programs for reducing poverty, and an assessment on the potential integration of PPA into the regional development planning process. Based on these results, several recommendations have been drawn with regard to alternative policies for reducing poverty in the two pilot districts, efforts to develop the capacity of district governments in poverty reduction, and the integration of PPA into the existing regional planning process.
Langganan:
Postingan (Atom)